Sabtu, 08 Januari 2011

Mencari Sang Arsitek

Oleh : Ust. Anis Mata

Hanya akal-akal raksasa yang tercerahkan wahyu yang siap menjadi pimpinan proyek peradaban kehendak Allah. Di mana mereka sekarang? Tidak ada peristiwa yang lebih mengharu-biru kaum Muslimin, di sepanjang masa kenabian dan perjuangan Rasulullah Saw, selain saat dimana beliau menyampaikan pidato dalam hajjatul wada’. Itulah haji pertama dan terakhir yang dilaksanakan Rasulullah saw sejak ibadah itu diwajibkan, menurut jumhur ulama, pada tahun keenam hijrah. Karena itu sebagian besar kaum Muslimin menyempatkan diri untuk berhaji tahun itu. Jumlah mereka sekitar 125 ribu orang.

Sementara kaum Muslimin Merasakan kegembiraan mendengar khotbah Rasulullah saw, Abu Bakar justru menangis tersedu-sedu. Ia menangkap dengan jelas isyarat yang tersimpan dalam kalimat-kalimat Rasulullah saw, bahwa masa hidupnya tidak akan lama lagi. Dan benar saja, Rasulullah saw kemudian wafat beberapa saat setelah hajjatul wada’ itu. Itu seperti sebuah isyarat bahwa tugas beliau sudah akan selesai sampai disini, tapi cita-cita untuk membawa cahaya Islam kepada seluruh umat manusia belum lagi selesai; dan adalah tugas para sahabat untuk melanjutkan risalah dakwah tersebut. Kini, setelah lima belas abad kemudian, Islam menjadi fenomena sejarah sebagai sebuah peradaban terbesar yang pernah ada dan masih ada hingga saat ini. Islam tersebar di seluruh pelosok dunia, dari Aljir sampai Jakarta, dengan jumlah pemeluk sekitar 1,3 milyar manusia, atau sekitar seperlima dari total jumlah manusia yang menghuni bumi ini. Apabila Rasulullah saw meninggalkan lebih dari 125 ribu orang, maka dari merekalah sesungguhnya Islam berkembang ke seluruh pelosok dunia. Tapi dari jumlah itu, sebenarnya sebagian besar mereka masuk ke dalam Islam justru setelah peristiwa Fathu Makkah pada tahun kedelapan hijrah, atau 20 tahun setelah Rasulullah saw menjadi rasul.

Ini berarti bahwa sahabat-sahabat beliau yang mempunyai peran besar dalam penyebaran Islam dan pembangunan peradaban Islam tidaklah terlalu banyak. Jumlah ulama dari sahabat-sahabat Rasulullah saw dalam catatan Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam “I’lamul Muwaqqi’in”, hanya kurang dari 110 orang. Dan diantara mereka yang terbesar ada 7 orang, diantaranya adalah Umar bin Khattab, Ali Bin Ali Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Mas’ud. Sebagian besar ulama dan pemikir Islam yang lahir kemudian, dari kalangan Tabi’in dan Tabi’uttabi’in dan seterusnya, mengambil ilmu dari mereka.

OTAK ARSITEK
Peradaban selalu bermula dari gagasan. Peradaban-peradaban besar selalu lahir lahir dari gagasan-gagasan besar. Dan gagasan-gagasan besar selalu lahir akal-akal raksasa. Begitulah kejadiannya, jumlah sahabat yang ditinggalkan Rasulullah saw memang sedikit, tapi mereka semua membawa semangat dan kesadaran sebagai pembangun peradaban, dan membawa talenta sebagai arsitek peradaban. Kesadaran itu terbentuk sejak dini dalam benak mereka. Allah swt telah menciptakan manusia untuk beribadah dan mengelola serta menegakkan khilafah di muka bumi. Dan untuk itu Allah swt memberikan mereka “juklak” (petunjuk laksana) berupa al-Qur’an, dan menurunkan seorang rasul sebagai “komunikator” Allah Swt, sekaligus sebagai pemberi contoh laksana dalam kehidupan nyata.

Sejak awal mereka menyadari bahwa al-Qur’an bukanlah sebuah buku filsafat kehidupan, yang kering dan rumit, atau pikiran-pikiran indah yang tersimpan di menara gading dan tidak mempunyai alas dalam realitas kehidupan. al-Qur’an adalah sebuah “manual” tentang bagaimana seharusnya kita mengelola kehidupan di bumi ini. Bumi adalah ruang kehidupan tempat kita “menurunkan” kehendak-kehendak Allah swt, yang termaktub dalam wahyu, menjadi satuan-satuan realitas dalam kehidupan manusia di muka bumi. Bumi adalah realitas kasat mata yang harus dikelola manusia. Maka doktrin Al-Qur’an tentang Allah, Rasul, manusia dan kehidupan sejak awal menegaskan sebuah kesadaran yang integral; bahwa kehidupan yang sesungguhnya adalah akhirat, dan bahwa misi manusia di dunia ini adalah ibadah, tapi ruangnya adalah bumi. Karena itulah mereka mempunyai kesadaran yang kuat tentang ruang; ruang di mana mereka hidup, ruang yang menjadi wilayah kerja akal mereka, ruang yang menjadi tempat mereka menumpahkan seluruh proses kreatif mereka, yaitu bumi; dan bahwa ada ruang lain yang bukan wilayah kerja mereka, ruang dimana akal mereka tidak akan pernah sanggup menembusnya, ruang yang menjadi hak Allah Swt sendiri untuk menjelaskannya, yaitu ruang kegaiban, yaitu ruang metafisik di mana Allah swt menyimpan hakikat-hakikat besar dalam kehidupan ini, tentang Dzat-Nya sendiri, dunia malaikat, kehidupan akhirat, dan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar